PEMBAHARUAN :

............ Bagi siswa siswa kelas X, kata sandi telah diperbaharui pada 8-4-2016, yang mau posting di Blog SMK Bukateja (Blog siswa) harap menghubungi nomor : 081391031086

Jumat, 08 April 2016

PENGORBANAN PANGLIMA BESAR (JENDERAL SUDIRMAN)

Jenderal Sudirman. Dikenal sebagai salah satu pahlawan Indonesia, jasa-jasanya sangat dikenang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jenderal Besar Soedirman menurut Ejaan Soewandi dibaca Sudirman, Ia merupakan salah satu orang yang memperoleh pangkat bintang lima selain Soeharto dan A.H Nasution.
Jenderal besar Indonesia ini lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24 Januari 1916. Ayahnya bernama Karsid Kartawiuraji dan ibunya bernama Siyem. Namun ia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo setelah diadopsi. Ketika Sudirman pindah ke Cilacap di tahun 1916, ia bergabung dengan organisasi Islam Muhammadiyah dan menjadi siswa yang rajin serta aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi serta ketaatan dalam Islam menjadikan ia dihormati oleh masyarakat. Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia berlatar belakang seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan. Beliau berjuang dalam keadaan sakit parah, paru-paru tinggal sebelah. Tetapi memaksakan diri bergerilya melawan Belanda. Bukan materi yang beliau kejar, bukan gaji besar, bukan fasilitas. Beliau bahkan tidak digaji. Presiden dan Perdana Menteri sudah ditangkap Belanda dalam Agresi Militer (Aksi Polisionil) Belanda ke-2. Beliau menjual perhiasan istrinya untuk modal perjuangan, berpindah dari hutan ke hutan, dengan kondisi medan yg sangat berat, dibayang-bayangi pengejaran tentara Belanda lewat darat dan udara. Pak Dirman -dalam keadaan sakit parah digerogoti TBC & paru2 tinggal satu, mampu memimpin perang gerilya dari atas tandu.Inilah para gerilyawan yang beliau pimpin, berjuang keluar masuk hutan naik turun gunung demi kita anak cucu mereka. Berjuang dengan persenjataan seadanya, melawan musuh yang memiliki persenjataan modern didukung kekuatan laut dan udara.Gerilya berdasar kepada taktik hit and run, dan ini ampuh untuk merontokkan moral Belanda. Di tengah kondisi kesehatan beliau yg makin mengkhawatirkan itu, banyak pihak yg menyarankan agar beliau berhenti bergerilya, namun semangat juang beliau tidak dapat dipatahkan oleh siapapun juga.Beliau terus gigih berjuang, tidak mempedulikan lagi keselamatan dirinya. Bagi beliau, lebih baik hancur dan mati daripada tetap dijajah. Berkat perjuangan yang tak kenal menyerah, Belanda kewalahan secara militer. Kekuatan gerilya Pak Dirman luar biasa. Belanda hanya mampu menguasai perkotaan, sedangkan di luar itu, sudah masuk wilayah gerilya tentara dan pejuang kita. Di sisi lain, tekanan diplomatis terhadap Belanda juga bertubi-tubi, karena dunia internasional melihat bahwa dengan eksistensi TNI yg ditunjukkan oleh Pak Dirman membuktikan bahwa Republik Indonesia itu ada, dan bukan sekedar kumpulan gerombolan ekstrimis seperti yang santer dipropagandakan Belanda. Akhirnya, Belanda benar-benar angkat tangan, dan terpaksa mengajak RI untuk berunding kembali. Perjanjian Roem Royen terwujud pada tanggal 7 Mei 1949, dimana Indonesia dan Belanda sepakat untuk mengakhiri permusuhan. Presiden pun telah dibebaskan oleh Belanda dan dikembalikan ke ibukota negara, waktu itu masih Yogyakarta. Namun ini masih belum final dan Pak Dirman tetap belum yakin dengan hasil perjanjian itu. Beliau tetap bersikeras melanjutkan perjuangan sampai seluruh tentara Belanda benar-benar hengkang dari tanah air. Akhirnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX meminta kepada Kolonel Gatot Soebroto untuk menulis surat kepada Pak Dirman agar bersedia kembali ke ibukota. Dibawah ini penggalan surat Kolonel Gatot Soebroto yang meminta Pak Dirman untuk berhenti bergerilya dan beristirahat : “…tidak asing lagi bagi saya, tentu saya juga mempunyai pendirian begitu. Semua-semuanya Tuhan yang menentukan, tetapi sebagai manusia diharuskan ikhtiar. Begitu pula dengan keadaan adikku, karena kesehatannya terganggu harus ikhtiar, mengaso sungguh-sungguh, jangan mengalih apa-apa. Laat alles waaien. Ini bukan supaya jangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipun buah-buahnya kita tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kita merasa gembira dan mengucapkan banyak terimakasih kepada Yang Maha Kuasa. Ini kali saya selaku Saudara tua dari adik minta ditaati…” Pak Dirman akhirnya luluh. Bagaimanapun, perjuangan adalah jalan beliau, dan kini beliau menyadari, bahwa hasil perjuangan itu sudah mendekati akhirnya.Sebagai persiapan pulangnya Pak Dirman ke ibukota, Sri Sultan pun mengirimkan pakaian kebesaran. Namun dengan halus dan bijaksana, kiriman itu beliau tolak. Pak Dirman memilih datang sebagaimana adanya sebagaimana ketika meninggalkan ibukota untuk bergerilya, dengan segala kekurangan dan penderitaan.Beliau datang dengan tandu, dikawal banyak sekali anak buah beliau yang mencintai beliau. Setibanya di Gedung Agung, Presiden Soekarno langsung menyambut dan merangkul beliau. Bung Karno merangkul Pak Dirman yang akhirnya tiba kembali di ibukota negara setelah berbulan2 bergerilya keluar masuk hutan. Bung Karno sendiri tidak tahan melihat kondisi Pak Dirman yang tampak kurus dan sangat lusuh… Perundingan pun berlanjut kepada Konferensi Meja Bundar. Puncaknya, tidak lama berselang, Belanda terpaksa mengakui kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949, dan benar-benar hengkang dari ibu pertiwi. Pengakuan Kedaulatan RI oleh Belanda, 27 Desember 1949, yg merupakan hasil jerih payah perjuangan Pak Dirman. Sayang,seakan-akan senada dengan ucapan Pak Gatot Soebroto yang dibold di atas, Pak Dirman sepertinya memang ditakdirkan hanya untuk berjuang, bukan untuk menikmati kemerdekaan yang telah beliau perjuangkan. Beliau wafat dalam sakit beliau pada tanggal 29 Januari 1950, hanya berselang 1 bulan setelah pengakuan kedaulatan RI.Pemakaman Pak Dirman, 29 Januari 1950, hanya 1 bulan berselang setelah Pengakuan Kedaulatan RI.

Pengirim : CINTIA RAHMADANI
                  WINDI PRIHATININGSIH
Kelas       : X TGB 2